Jakarta, Dunis – Wakil Ketua Wantim MUI, Zainut Tauhid Sa’adi merespon langkah yang diambil oleh Presiden Prabowo dengan memberi kesempatan koruptor bertobat, seperti yang diberitakan di berbagai media.
“Saya pribadi memberikan apresiasi ajakan Presiden Prabowo kepada para pihak yang merasa melakukan tindak pidana korupsi untuk mengembalikan hasil curiannya. Namun jika membandel maka penegakan hukum akan diberlakukan dengan tegas.
Hal tersebut menunjukkan kuatnya komitmen Presiden dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Zainut (20/12).
Langkah Presiden merupakan terobosan hukum yang cukup berani dan simpatik. Presiden ingin memulai gerakan bersih-bersih memberantas korupsi dengan membuka kesempatan kepada koruptor untuk bertobat. Jika sudah diberi kesempatan bertobat tidak dimanfaatkan dengan baik maka penegakan hukum akan diberlakukan secara tegas.
Meskipun demikian MUI meminta langkah Presiden tersebut harus tetap didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
“Harus ada payung hukum yang bisa dipertanggung jawabkan terhadap langkah Presiden tersebut”.
Langkah Presiden sudah sejalan dengan hasil keputusan Mukernas IV MUI 2024, yakni mendorong agar Presiden Republik Indonesia memimpin langsung pemberantasan korupsi mengingat negara kita telah berada dalam status darurat korupsi dan hendaknya memperkuat KPK sebagai lembaga negara yang independen.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan fatwa terkait korupsi, yaitu Fatwa Nomor 4/Munas VI/MUI/2000. Dalam fatwa tersebut, MUI mendefinisikan korupsi atau ghulul sebagai tindakan mengambil sesuatu yang berada di bawah kekuasaan dengan cara yang tidak benar menurut Islam. MUI memfatwakan bahwa korupsi dan suap adalah tindakan yang haram hukumnya.