Menu

Mode Gelap
Haikal Hassan : Bangun Indonesia Baru yang Damai dan Berkeadaban How To Handle Every Movie Challenge With Ease Using These Tips 20 Questions You Should Always Ask About Playstation Before Buying It The Most Influential People in the Green House Industry and Their Celebrity Dopplegangers Technology Awards: 6 Reasons Why They Don’t Work & What You Can Do About It

News · 14 Dec 2024 10:25 WIB ·

Tafsir at-Tanwir harus Menjadi Landasan Tajdid yang Memajukan dan Mencerahkan


 Tafsir at-Tanwir harus Menjadi Landasan Tajdid yang Memajukan dan Mencerahkan Perbesar

Jakarta, Dunis — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan pentingnya Tafsir at-Tanwir sebagai pijakan tajdid Muhammadiyah dalam acara Konferensi Mufasir Muhammadiyah II di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Jakarta, Jumat (13/12).

Dengan tema “Mewujudkan Tafsir at-Tanwir Muhammadiyah sebagai Landasan Pemikiran Tajdid yang Responsif dan Dinamis untuk Memajukan Indonesia dan Mencerahkan Semesta,” Haedar menggarisbawahi dua agenda utama yang menjadi fokus tafsir ini.

“Setidaknya dari tema ini ada dua agenda penting yang terus perlu menjadi referensi, menjadi alam pikiran, bahkan menjadi kajian yang berkelanjutan,” ujar Haedar.

Pertama, Tafsir at-Tanwir harus menjadi landasan pemikiran tajdid Muhammadiyah yang responsif dan dinamis. “Kehidupan saat ini dengan ekosistem global, nasional, dan lokal bergerak sangat dinamis, bahkan dalam banyak hal mengalami proses liberalisasi dalam kehidupan, politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan. Maka kehadiran Tafsir at-Tanwir harus betul-betul mampu menjadi pijakan bagi Tajdid Muhammadiyah,” jelasnya.

Haedar percaya bahwa para ahli tafsir di Majelis Tarjih dan di seluruh persyarikatan memiliki kapasitas untuk menerjemahkan tajdid ini dalam konteks kekinian.

“Muhammadiyah punya tradisi besar sebagai gerakan tajdid. Tajdid fil-Islam. Dan kekuatan Muhammadiyah justru pada kekuatan pembaharuannya yang telah dipelopori oleh Kiai Dahlan, yang menghasilkan Islam berkemajuan, Islam yang modern, Islam yang reformis,” lanjut Haedar.

Kedua, dalam rangka dakwah, tafsir juga harus memiliki konteks untuk memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta.

“Kehidupan bangsa Indonesia dalam keragaman agama, suku, ras, golongan, dinamika perubahan yang datang dari berbagai jurusan, serta situasi dan lokalitas di mana bangsa Indonesia lahir, tumbuh, dan berkembang di bumi Indonesia yang kaya raya, yang mesti dikelola sumber daya alamnya untuk kemakmuran sebagaimana fungsi kekhalifahan. Di situlah Tafsir At-Tanwir diharapkan akan menjadi suluh rujukan dan referensi keagamaan dalam memajukan Indonesia,” ujarnya.

Haedar juga mengakui tantangan besar yang dihadapi Indonesia, meskipun upaya keras telah dilakukan oleh Muhammadiyah dan komponen bangsa lainnya.

“Jujur, kita masih tertinggal dalam sejumlah aspek. Meskipun kita telah bekerja keras, baik Muhammadiyah maupun komponen bangsa yang lainnya, termasuk pemerintah, untuk memajukan Indonesia. Tapi kita masih banyak problem, masih banyak masalah, dan sekaligus tantangan yang harus dihadapi,” jelasnya.

Melalui Tafsir at-Tanwir, Haedar yakin Muhammadiyah dapat membimbing umat Islam dan bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dan memajukan Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. “Dengan Tafsir At-Tanwir, kita tidak hanya bernahyu-munkar, tetapi juga beramar-ma’ruf, memberi konstruksi terhadap masa depan Indonesia,” tegas Haedar.

Ia juga menambahkan bahwa Muhammadiyah harus tetap berada di garda depan sebagai kekuatan pembaharu dan dakwah, dengan peran pentingnya dalam menciptakan solusi dan alternatif untuk bangsa Indonesia. “Muhammadiyah harus berada di garda depan sebagai kekuatan pembaharu dan kekuatan dakwah dengan segala role modelnya yang bisa dihadirkan,” ujarnya.

Haedar mengingatkan para mufasir dan tokoh Muhammadiyah untuk selalu menjaga objektivitas dan ketajaman dalam merumuskan tafsir, keputusan, dan fatwa. “Kita para ulama, para mufasir, para tokoh Muhammadiyah harus tetap jernih menjadi sosok Ulul Albab, menjadi sosok rasikhuna fil ‘ilm,” tegasnya, mengutip QS. Az-Zumar: 18.

Haedar menambahkan bahwa para mufasir harus mampu menyerap berbagai pandangan, situasi, dan realitas, dan mengambil yang terbaik dari segala hal yang ada di sekitar mereka.

“Jangan sampai kita merumuskan tafsir, merumuskan keputusan fatwa, dan lain sebagainya, terpengaruh oleh situasi yang membuat yang kita hasilkan tidak memberikan pencerahan, memberikan pencerdasan, memberikan suluh bahkan pikiran alternatif dari berbagai pemikiran yang boleh jadi tidak kita setujui,” jelasnya.

Haedar mengingatkan bahwa dalam menghadapi perbedaan pendapat dan tantangan zaman, Muhammadiyah harus tampil dengan pemikiran tafsir yang memberi alternatif dan solusi bagi umat dan bangsa.

“Justru ketika kita tidak bersetuju dengan berbagai situasi, berbagai pemikiran, tampilkan pemikiran tafsir, pemikiran keislaman, pandangan keagamaan, fatwa, keputusan yang memberi suluh alternatif,” ujarnya

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Serukan Pelestarian Lingkungan, Menag Nasaruddin Umar Buka MTQ Internasional IV

29 January 2025 - 12:27 WIB

Anggota DPR RI Usulkan Relokasi Warga Israel ke Amerika Serikat Demi Akhiri Konflik Puluhan Tahun

22 January 2025 - 05:03 WIB

Perkuat Dakwah, MUI DKI Jakarta Teken Kerja Sama dengan Lembaga Pendidikan Persatuan Emirat Arab

22 January 2025 - 00:29 WIB

Ulurtangan dan DDC Resmikan Pembangunan Sekolah Islam Terpadu di Sukaresmi, Bogor

19 January 2025 - 13:39 WIB

ARI BP Rayakan Gencatan Senjata di Gaza

18 January 2025 - 00:06 WIB

Dubes Persatuan Emirat Arab di Indonesia Sambut Baik Kerja Sama dengan MUI DKI Jakarta

17 January 2025 - 09:20 WIB

Trending di News