Malang, Dunis – Usai menunaikan salat Jumat, jemaah yang sebagian dari kalangan mahasiswa itu tidak langsung bubar. Mereka berbaris rapi mengantre ransum makan siang gratis.
Beberapa orang yang sudah mencapai meja tempat pengambilan menu, segera berbalik arah mencari tempat makan di teras masjid, sisi belakang (timur) dan kanan (utara). Nuansa jemaah salat pun tetap terjaga. Mereka makan secara berkelompok sambil ngobrol akrab.
Siang itu menu yang mereka santap adalah nasi rawon. Lima potong daging, seiris tempe, dan sebiji krupuk, melengkapi hidangan yang diklaim sebagai kuliner khas Jawa Timur.
Dr. Tobroni, M.Si yang siang itu tampak bersama Akhsanul In’am, Ph.D—kedua Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu juga takmir Masjid Surya Gemilang—menjelaskan, setiap Jumat masjid ini menyiapkan 250 porsi makanan untuk program Jumat Berkah.
Menunya juga berbeda-beda alias bergonta-ganti. Tidak hanya rawon seperti yang disajikan pada Jumat, 27 Desember 2024 itu. Kadang soto ayam, gado-gado, gulai, sate, bahkan tongseng. Berbagai menu ini tidak disiapkan sendiri oleh takmir tetapi dengan menggandeng rumah makan sekitar atau usaha kuliner anggota jemaah masjid.
“Rata-rata dianggarkan Rp 12 ribu per porsi,” kata Prof. Tobroni, panggilan akrab Ketua Dewan Guru Besar UMM itu. Artinya, sepekan sekali takmir masjid harus menyiapkan dana Rp 3 juta untuk program ini. Dana itu didapat dari jemaah yang menjadi donatur. Sebab jika mengandalkan kaleng infak Jumat tidak mencukupi.
Seperti Jumat itu, infak yang didapat sebesar satu juta rupiah sekian. Maklum, sebagian jemaah salat Jumat di Masjid Surya Gemilang kebanyakan adalah mahasiswa yang ngekos di sekitar masjid yang berlokasi di Jalan Saxofon, Kelurahan Tunggulwulung, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
Akhsanul In’am yang menjabat Wakil Rektor I UMM, menambahkan, program Jumat Berkah yang dimulai tahun 2017 itu bermula dari tasyakuran yang dilakukan oleh takmir masjid. “Karena umat Islam banyak mendapat kenikmatan dari Allah,” katanya menyebut alasan diadakannya tasyakuran tanpa menyebut secara spesifik dalam rangka apa.
Waktu itu dengan menyembelih kambing dan dimasak dalam bentuk menu sate dan gule. “Lalu kita berpikir besok Jumat masak apa? Akhirnya program ini berjalan sampai sekarang,” kata Prof. In’am, sapaannya.
Tidak hanya Jumat Berkah, kepedulian Masjid Surya Gemilang pada sesama juga diwujudkan dalam pemberian bingkisan Lebaran pada warga sekitar masjid. Biasanya ada 400 paket bingkisan yang dibagikan berupa beras dan uang senilai Rp 80 ribu.
Diwakafkan ke Muhammadiyah
Masjid Surya Gemilang yang didirikan tahun 2012 ini punya tagline Beribadah, Bersaudara, dan Berbahagia. Menurut Tobroni, semua yang dilakukan di masjid ini konteksnya ibadah.
Selain itu, semua anggota jemaah termasuk tamu adalah bersaudara. Implementasi paling sederhana adalah ngopi bareng setelah salat jemaah Subuh dan Magrib. Masjid juga sangat terbuka bagi tamu (musafir). Bagi yang datang ke masjid disiapkan dapur lengkap dengan kompor dan kulkas.
“Pokoknya kalau di sini nggak boleh stres, harus berbahagia,” kata Tobroni, menjelaskan tagline. Jumat Berkah, dalam konteks ini, menurutnya, memenuhi tiga unsur tagline itu.
Saat ini Masjid Surya Gemilang masih berbadan hukum yayasan. Selain mengelola masjid, yayasan ini juga mempunyai lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD)—terdiri dari play group dan TK—dengan daya tampung sebanyak 63 siswa. Hebatnya, para pendaftar sudah pada inden padahal sekolah ini baru berdiri tahun 2000.
Masjid ini juga dalam proses pengembangan ma’had (pesantren) mahasiswa yang akan diletakkan di lantai tiga masjid. “Ini masih embrio,” kata In’am.
Tobroni yang menjadi anggota Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Ponorogo menambahkan saat ini sedang berlangsung proses peralihan dari yayasan ke perserikatan Muhammadiyah. “Tanahnya sudah kita sertifikatkan atas nama Muhammadiyah,” kata dia.
Rencananya, Yayasan Surya Gemilang akan diubah menjadi Muhammadiyah Islamic Center Surya Gemilang dan diserahkan pada Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang