Yogyakarta, Dunis — Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir memaparkan sejarah panjang Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan social enterprise di Tanah Air. Saat dirintis KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 1922, tutur Haedar, Persyarikatan terus mengembangkan cabang dan rantingnya ke berbagai daerah.
Umumnya, kawasan-kawasan yang menjadi tempat tumbuhnya Muhammadiyah kala itu ialah daerah-daerah kantong kewirausahaan (entrepreneurship). Semua itu tersebar baik di Jawa maupun luar Jawa.
“Pertumbuhan Muhammadiyah pada era KH Ahmad Dahlan, dengan berkembangnya ranting dan cabang di seluruh Tanah Air, itu rata-rata berkorelasi dengan kawasan-kawasan entrepreneur.
Di Kotagede, Klaten, Solo, Surabaya, Banyuwangi, Semarang, Pekalongan, Garut, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta, Padang Panjang, Makassar, sampai kawasan-kawasan lain. Itu rata-rata kawasan wirausaha,” ujar Haedar Nashir saat membuka peluncuran buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah di Museum Muhammadiyah, kampus UAD, DI Yogyakarta, Senin (1/3/2025).
Lantaran terhubung dengan simpul-simpul kewirausahaan, perkembangan Muhammadiyah pada era Kiai Ahmad Dahlan pun terbilang pesat. Pada 1922, Persyarikatan sudah sampai ke Aceh. Bahkan, sekira empat tahun kemudian, syiar dakwahnya sudah mencapai Merauke, Papua.
“Bisa bayangkan, ketika itu perjalanan susah sekali. Muhammadiyah dibawa oleh seorang ulama yang juga seorang wirausahawan. Jadi korelasinya di situ,” ucap Haedar.
Amal-amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi dibangun dengan semangat kemandirian dan efisiensi. Spirit itulah yang terus dimiliki Persyarikatan sejak dahulu hingga kini
“Bahwa ada kerja sama dengan pemerintah untuk beberapa tempat dan lokasi, itu bagian dari semangat pemerintah memandang Muhammadiyah sebagai mitra strategis untuk bangsa,” jelasnya.
Haedar membeberkan dua pilar utama etos kerja di Muhammadiyah, yakni ujrah dan ajra. Dalam arti, keduanya itu berkait kelindan sehingga menyelaraskan antara profesionalisme dan niat meraih ridha Allah Swt
“Ujrah, yaitu bagi lembaga-lembaga seperti sekolah, rumah sakit, dan perguruan tinggi. Mereka yang ada di dalamnya profesional, sehingga mendapatkan kompensasi sebagaimana mestinya. Itu semacam pahala dunia. Kemudian, ajra atau pahala. Itulah yang membesarkan kami,” ungkapnya.
Haedar mengatakan, keselarasan antara ujrah dan ajra itu merujuk pada ajaran Islam. Agama ini menghendaki, umat agar bervisi akhirat, tetapi tidak pula meninggalkan bagiannya di dunia ini.
“Berbuat baiklah di dunia sebagaimana Tuhan berbuat baik padamu, dan jangan sekali-kali merusak,” ujar dia, menirukan prinsip Islam.
Dengan prinsip itu pula, Muhammadiyah menemukan pedoman dalam mengelola berbagai bidang usaha, serta fokus pada kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.