Sidoarjo, Dunis – Gaung Catur Pusat Pendidikan ‘berkumandang’ di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Fattah, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (15/12/24).
Dalam Pengajian Akbar dan Silaturahmi 2024 bertema “Pendidikan Pesantren dalam Mewujudkan Islam Rahmatanlilalamin”, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., mengajak para santri untuk menjadikan media sosial sebagai bagian tak terpisahkan dari proses belajar.
Abdul Mu’ti yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu datang dengan mengenakan baju batik berwarna dominan cokelat.
Dia menceritakan bahwa kedatangannya ke Ponpes Al-Fattah ini yakni kali kedua, namun sekarang dalam posisi berbeda yakni sebagai menteri.
“Sudah 55 hari, sejak 21 Oktober 2024 saya diberi amanah oleh Pak Presiden Prabowo menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Terima kasih doa pak Kiai untuk kami. Saya semakin menyakini kalau seseorang itu dekat dengan ulama, kiai, ustaz insyaallah hidupnya akan berkah,“ ucapnya.
Dia meminta doa agar dapat melaksanakan amanah menjadi menteri dengan sebaik-baiknya. “Pak Prabowo menjelaskan tugas utama menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yakni membangun generasi Indonesia yang kuat, memajukan bangsa dan negara melalui kegiatan di bidang pendidikan, sehingga kita dapat mencetak generasi emas 2045,” ungkapnya.
Dia lalu menekankan pentingnya sinergi dalam pendidikan
“Kalau kita melihat teori-teori pendidikan di masa-masa awal, kita mengenal tiga pusat pendidikan atau tri pusat pendidikan, keluarga, masyarakat, dan sekolah. Sekarang ini menurut saya kita perlu mengembangkan pendidikan melalui catur pusat pendidikan, keluarga, sekolah, masyarakat, dan media,” terangnya.
Menurutnya, media, baik media massa maupun media sosial, kini memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam proses pendidikan.
“Tujuh puluh persen masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia, sudah terhubung dengan media, khususnya media sosial. Banyak hal yang terjadi di masyarakat, baik positif maupun negatif, bisa diperoleh dari media massa dan media sosial,” jelasnya.
Abdul Mu’ti yang tampil dengan songkok hitam seperti biasanya lalu menjelaskan tentang Catur Pusat Pendidikan itu.
“Pertama saya ingin menyampaikan kembali pentingnya pendidikan keluarga, saya lihat mengalami degradasi atau penurunan kualitas,” jelasnya.
Kalau kita membaca Al-Quran, lanjutnya, perintah untuk pendidikan justru dimulai dari keluarga: “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
“Kalau orang tuanya baik maka anaknya akan baik, kalau orang tua mulia, salih, maka anaknya akan salih. Jadi penguatan keluarga itu penting, bagian dari membentuk generasi yang kuat, yang hebat,” jelasnya.
Kedua, masyarakat. Menurutnya unsur kedua ini penting untuk diperkuat. Sebab banyak hal pada anak-anak yang dipengaruhi pergaulan sosial.
Menurut dia, pendidikan masyarakat itu menentukan bagaimana anak-anak tetap punya budi pekerti, sopan santun, dan tradisi yang di masyarakat.
“Jika tidak dikenalkan pendidikan kemasyarakatan, mungkin kita mendengar ungkapan wong jowo ning ora jowo. Mereka tidak mengerti tradisi yang baik di Masyarakat,” ujarnya.
Ketiga, penguatan lembaga pendidikan, terutama pendidikan formal. Di dalamnya ada proses meeting point dan melting point.
“Anak-anak yang berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda bertemu di kelas-kelas, di pondok, di pesantren ini, dan terjadi proses melting point, mencair membentuk identitas, yang identitas terjadi karena interaksi secara intensif dan dibimbing oleh guru, oleh para ustadz dengan bimbingan sebaik-baiknya,” paparnya.
Mu’ti menegaskan, penguatan pendidikan formal penting karena seringkali terjadi kekerasan di dalamnya. Guru pun tidak nyaman mengajar, karena bisa berurusan dengan aparatur kepolisian.
“Maka komunikasi antarorang tua, masyarakat, dengan para ustaz menjadi bagian penting dalam mensukseskan pendidikan membangun generasi yang kuat,” ujarnya.
Dia lalu menyampaikan pentingnya media sosial, sebab hampir semua punya masalah dengan media sosial.
“Mungkin terjadi cara mendidik anak-anak yang salah. “Sejak kecil anak diberi gadget, HP-nya canggih-canggih, anak 10 tahun diberi HP seharga 10 juta. Kalau anak-anak rewel menghiburnya pakai HP, ditontonkan video. Ternyata hal tersebut punya dampak yang serius,” ujarnya.
Abdul Mu’ti menjelaskan sekarang masih mengalami learning loss, sebuah peristiwa seseorang bersekolah tetapi tidak belajar, karena pendidikan tidak maksimal.
Dia lalu menceritakan beredarnya video di medsos tentang seorang siswa kelas 12 yang tidak bisa membaca dan berhitung.
Itu masalah pendidikan Indonesia. Terlalu banyak menggunakan teknologi canggih, anak-anak tidak bisa berpikir, disebut juga pendangkalan intelektual, apa-apa bergantung pada gadget.
“Ada juga yang namanya brain rot, bahwa kalau orang terlalu banyak membuka informasi-informasi melalui medsos, hal yang tidak penting, tidak berhubungan dengan ilmu, isi otaknya ngeres, melihat sesuatu hanya dari negatif saja,” terangnya.
“Orang selalu pegang HP itu seolah-olah modern tetapi sebenarnya tidak, apalagi yang dilihat hal-hal yang isinya toxic, meracuni,” tambah dia.
Maka, menurutnya, dalam rangka membangun generasi yang kuat, perlu membangun kembali sistem-sistem pendidikan tradisional yang baik, dihubungkan dengan teknologi modern. tradisional.