Jakarta, Dunis – Dinamika berorganisasi sekaligus bekerja di amal usaha Muhammadiyah (AUM) dirasakan para kader Nasyiah. Banyak pertanyaan bermunculan seputar hal ini di Darul Arqam Nasyiatul Aisyiyah (DANA) 1 PCNA GKB.
Seperti halnya pertanyaan Eka Ayu Pradiska. Kader PCNA GKB berseragam batik NA nasional berwarna kuning gading itu mengajukan pertanyaan kepada pemateri pertama, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Manyar Mohammad Taufiq, M.Pd.I.
Guru SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) ini membeberkan fenomena. Semakin aktif seseorang, kata wanita yang biasa disapa Ayu tersebut, biasanya semakin sering ditunjuk. Sedangkan orang-orang yang biasa saja tetap tidak terlihat karena tidak pernah atau jarang ditunjuk. Akhirnya motivasi orang yang sering ditunjuk itu kian menurun.
Taufiq yang tuntas mengupas Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) siang itu pun menyadari, fenomena tersebut hampir semua mengalaminya. Dalam kehidupan ini, katanya, harus meyakini takdir Allah.
“Jangankan kita, daun jatuh dari pohon juga atas takdir Allah. Faktanya di lapangan demikian. Ini sebagai pelajaran,” tutur pria berpeci hitam itu di ruang kelas IX Alexandria Spemdalas, Jumat (13/12/2024).
Kolektif Kolegial
Ia lantas mengingatkan, di Muhammadiyah ada kolektif kolegial. Untuk mencapai hal ini, ia menyarankan untuk membuka ruang diskusi. “Komunikasikan yang urgent,” terangnya di hadapan 22 kader Nasyiah GKB peserta DANA 1.
Ia mencontohkan jika kader menyadari, “Perasaan 6 bulan atau 1 semester ini kok aku jadi koordinator terus?” Maka perlu menyampaikan kepada manajerial atau pimpinan. “Buka sumbatan komunikasi! Semua bisa dimusyawarahkan,” imbuh Taufiq meyakinkan.
Ia menekankan agar tidak ada di antara mereka yang pintar sendiri. “Jangan sampai kaderisasi dihilangkan agar tenarnya tidak terkalahkan! Kepemimpinan berhasil kalau bisa mengader. Kalau kita sudah habis masanya, kader baru harus sudah siap,” tegasnya.
Jadi untuk kader yang belum mengerti, Taufiq menyarankan, bisa belajar ke teman yang lebih mengerti. “Kita sadar punya keterbatasan fisik dan ide. Maka kita harus menyiapkan kader. Harus gantian. Dibagi rata dengan mempertimbangkan potensi. Kalau tidak memungkinkan, digandengkan. Ketuanya ini, wakilnya ini,” tuturnya.
Di samping itu, menurutnya, tiap kader perlu menumbuhkan niat internal. Di mana dirinya ditunjuk untuk menjalankan tugas itu sebagai upaya pengembangan diri. “Untuk membangun jiwa kepemimpinan,” ungkap Taufiq.
Adapun Darul Arqam ini bagian dari pengaderan formal. “Non formalnya belajar di kepanitiaan kegiatan,” imbuhnya pada DANA hari pertama itu.
Tenang meski bekerja sekaligus berorganisasi jadi harapan para pekerja yang merupakan aktivis. Kolektif kolegial di Muhammadiyah pun mempermudah realisasinya.
Jadi Uswah
Salah satu tim instruktur PDNA Gresik Mamlu’atul Faizah Muarof, S.Pd.I menambahkan terkait bagaimana mempertahankan motivasi. “Kita tanamkan dalam diri kita, kita sebagai uswah atau contoh,” tuturnya.
Namun Yunda Mamlu, sapaan akrabnya, sebelum mengajak orang lain, mereka pun perlu meningkatkan kualitas diri terlebih dahulu. “Persiapkan! Apa yang kita benahi dulu? Akhlak, ibadah, aqidah, dan muamalah,” imbuhnya.
Penjelasan Taufiq nyatanya sejalan dengan Ketua PDNA Kabupaten Gresik Fatma Hajar Islamiyah, M.Pd. Sebelum peserta beranjak istirahat pada pukul 22.00 WIB, Fatma menekankan bagaimana penerapan kolektif kolegial.
Pasalnya, salah satu peserta Intan Wijaya, S.E. menanyakan, bagaimana memprioritaskan antara bekerja dan berorganisasi. Merespon pertanyaan ini, Fatma mulanya menekankan, “Ketika kita sudah ambil peran di pekerjaan dan organisasi, kita sudah menekan komitmen keduanya.”
Namun ia menggarisbawahi, bekerja dan berorganisasi merupakan dua sistem berbeda. “Kita berorganisasi secara kolektif kolegial. Saya juga tidak berada di semua tempat. Kita punya tim. Ketika berorganisasi, sebagai ketua departemen atau wakil ketua departemen, kita bisa memberlakukan kolektif kolegial,” tuturnya.
Maksudnya, tidak harus kita semua yang berangkat di setiap kegiatan. Ia menyarankan untuk memaksimalkan anggota departemen tersebut.
Maka menurutnya perlu melihat bagaimana urgensi dan kepentingan. Dengan menerapkan kolektif kolegial ini, ia yakin kader Nasyiah bisa meningkatkan kualitas organisasi. “Tidak one man show agar tidak capek,” katanya.
“Kuncinya komunikasi. Kalau kita diam saja tidak ada yang tahu pikiran dan perasaan kita,” imbuh wanita asal Lamongan yang kini berdomisili di Gresik itu.