Yogyakarta, Dunis – Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan penghargaan kepada dua kader terbaik Muhammadiyah pada acara Rapat Terbuka, Peringatan Lustrum XV dan Dies Natalies ke – 75, Kamis (19/12/24).
Dua kader terbaik Muhammadiyah dimaksud adalah Saiful Deni yang merupakan Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) dan Susanti yang merupakan Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Saiful Deni mendapatkan Anugerah Universitas Gadjah Mada dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan. Sedangkan Susanti, Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto memperoleh Anugerah Universitas Gadjah Mada di bidang Patologi dan Farmakologi Molekuler pada Kanker.
Pada kesempatan itu, UGM juga memberikan Anugerah Hamengku Buwono IX pada Bidang Pendidikan, Sosial, Politik, dan Kemanusiaan kepada Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
Saiful mengatakan, peraihan penghargaan bergengsi dari UGM dan Sultan Hamengku Buwono IX tersebut menambah rasa kebahagiaan tersendiri bagi nama persyarikatan. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah sebagai Organisasi Islam yang besar di dalamnya memiliki kader-kader yang unggul dan berkualitas.
“Tentunya kami sudah berkiprah selama 16 tahun di perguruan tinggi dan Muhammadiyah. Saya sebagai Alumni Fisip UGM tahun 2000 an, tentunya sangat bersyukur dan bahagia. Berbagai macam pengetahuan yang telah kami pelajari tentunya menjadi jalan dan kebermanfaatan bagi pencapaian-pencapaian kami hingga saat ini. Sehingga, ilmu-ilmu yang telah kami miliki akan terus kami salurkan sehingga menghadirkan kebermanfaatan bagi Masyarakat,” ujar Saeful dengan penuh rasa syukur ketika memperoleh anugerah bergengsi tersebut.
Lebih lanjut, Susanti juga mengaku bangga dapat meraih anugerah tersebut sekaligus mengungkap rasa senangnya dapat kembali satu forum dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
“Tentunya sebagai alumni, saya sangat bersyukur dapat mengemban ilmu di sini. Saya sangat merasakan bahwa Ilmu yang telah didapat sebisanya harus membawa kebermanfaatan bagi Masyarakat,” ungkapnya.
Susanti juga menekankan komitmennya untuk terus menyebarkan kebermanfaatan untuk masyarakat.
“Saya juga merupakan pendidik di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dengan semua kegiatan yang telah saya lakukan, saya benar-benar ingin memberikan kembali ilmu yang telah diajarkan guru-guru saya, baik di UGM maupun di Muhammadiyah agar dapat bermanfaat pada Masyarakat,” tuturnya.
Penghargaan Anugerah Universitas Gadjah Mada diterima Syaiful Deni dan Susanti pada acara Rapat Terbuka, Peringatan Lustrum XV dan Dies Natalies ke -75 Universitas Gadjah Mada ini diharapkan menjadi teladan dan pemicu semangat bagi kader Muhammadiyah lainnya.
Dedikasi Haedar Nashir di bidang pendidikan, sosial, politik, dan kemanusiaan berbuah penghargaan dari Universitas Gadjah Mada. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tersebut menerima Anugerah Hamengkubuwono IX tahun 2024, Kamis (19/12/2024).
Haedar yang merupakan alumni S2 dan S3 Studi Sosiologi UGM ini merasa terhormat dan menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak.
Dengan rendah hati Haedar menyampaikan, bahwa dirinya merasa masih belum pantas untuk menerima Anugerah Hamengkubuwono ke IX atas yang dilakukan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan kemanusiaan.
“Terima kasih saya sampaikan ke Bu Rektor (UGM), Keraton, dan tentunya ke Muhammadiyah yang telah memberi saya kesempatan untuk memperoleh Anugerah Hamengkubuwono IX ini dari UGM tercinta,” katanya.
Selama enam tahun menyelesaikan magister dan doktor di UGM, Haedar merasa beruntung karena berada di lingkungan ilmu. Dari belajar di UGM dia mendapat lima nilai yang diinternalisasikan dan dipraktikkan dalam kehidupan.
Nilai yang pertama adalah kebenaran yang berbasis pada ilmu dan terkoneksi dengan Pancasila, Agama, dan kebudayaan luhur bangsa. Haedar di Studi Sosiologi UGM mendapatkan pemahaman bahwa kebenaran adalah nilai utama ilmuwan.
“Nilai selanjutnya adalah tradisi keilmuan. UGM ini bukan sekadar kampus akademik, tapi juga school of thought – jadi sekolah pemikiran. Yang jujur saya sendiri mendapat banyak alat, metodologi yang interkoneksi,” imbuhnya.
Nilai ketiga yang dia dapatkan dari UGM adalah persatuan dalam keragaman. Dari latar belakang yang berbeda, namun dapat hidup dan tumbuh di kampus ini. Nilai keempat adalah kampus rakyat yang memberi kecintaan terhadap rakyat.
“Menerjemahkannya itu mencintai rakyat dengan kerja-kerja praksis keilmuan lewat KKN, dan para alumninya dari institusi ini,” ungkap Haedar.
Haedar menekankan, supaya kecintaan terhadap rakyat tidak diwujudkan secara simbolis saja, seperti datang ke rumah orang miskin dan memberikan bantuan. Tapi yang lebih penting adalah dengan kebijakan yang berpihak dan memberdayakan rakyat.
Nilai yang terakhir atau kelima adalah orientasi global. UGM termasuk juga kampus Muhammadiyah harus lebih kuat bergerak ke ranah global. Perhatian itu bisa dituangkan dalam merespon isu-isu internasional.
Kampus-kampus perlu merespon isu-isu global seperti SDG’s, dan perubahan iklim. Haedar juga mengapresiasi UGM program Wanagama di IKN yang berorientasi untuk menyelamatkan masa depan