Oleh : Siti Noordjannah Djohantini (Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah 2015-2022)
Damai untuk Anak
Anak adalah anugerah Tuhan yang berharga untuk dikembangkan potensinya sebagai generasi pembangun peradaban. Anak-anak sejak kecil harus hidup dalam pola asuh dan lingkungan yang positif sehingga ketika dewasa menjadi manusia yang matang secara fisik, psikologis, sosial, dan kemanusiaan selaku makhluk Tuhan yang utuh dan memberi makna bagi lingkungan di mana mereka hidup.
Secara khusus anak-anak memerlukan dunia yang damai. Dunia yang memberikan mereka rasa aman, nyaman, selamat, dan menyenangkan sehingga mereka bertumbuh menjadi insan yang hidup dalam suasana harmoni. Hidup harmoni dalam dirinya maupun dengan lingkungannya baik di rumah, sekolah, dan ruang sosial lainnya.
Anak-anak juga harus dilindungi dari perlakuan dan lingkungan yang penuh tekanan negatif, kekerasan, pelecehan seksual, konflik, perang, dan hal-hal yang merugikan kehidupannya. Di zona peperangan, pengungsian, atau tempat-tempat tidak aman lainnya, anak-anak juga perempuan sering menjadi korban secara fisik dan psikososial.
Kemiskinan juga sering menjadikan anak-anak tidak dapat menikmati kehidupan yang damai, meskipun dalam strata sosial manapun tidak jarang terjadi perlakuan buruk terhadap anak-anak. Kondisi dan perlakuan tidak baik terhadap anak karena dipandang lemah terjadi secara umum, sehingga menjadi masalah dunia secara universal.
Dengan demikian, para orang tua, kerabat, lingkungan sosial, dan semua institusi yang menstrukturnya termasuk negara haruslah memberikan suasana dan perlakuan damai bagi anak-anak di mana pun tanpa kecuali. Dunia anak-anak juga harus bebas dari segala bentuk konflik, perang, penindasan, kekerasan, dan diskriminasi. Anak-anak secara penuh memerlukan kehidupan yang damai di muka bumi.
Secara khusus negara atau setiap pemerintah juga memiliki kewajiban politik atau public-goods untuk menciptakan ruang publik bagi terciptanya kehidupan damai bagi setiap warga negaranya, termasuk untuk anak-anak. Negara atau pemerintahan jangan menciptakan perang serta segala bentuk konflik dan kekerasan yang menyebabkan hilangnya perdamaian. Anak-anak dan warga negara yang lahir dalam suasana konflik, perang, dan kekerasan akan memiliki trauma negatif yang biasanya melahirkan sikap keras, ekstrem, dan kehilangan daya toleransi yang normal.
Fungsi Agama
Agama-agama mengajarkan pemeluknya untuk hidup damai dan menyebarkan perdamaian. Damai dengan seluruh manusia tanpa diskriminasi serta damai dengan seluruh makhluk ciptaan Tuhan dan lingkungan hidup-nya. Sebaliknya agama mana pun menentang konflik, kekerasan, perang, dan segala bentuk tindakan yang merusak kehidupan.
Islam sebagai contoh, adalah agama yang memiliki arti damai dan selamat, yang menyebarkan misi rahmatan lil-‘alamin (Q.S. al-Anbiya: 107), yakni membawa kebaikan untuk semesta alam tanpa kecuali. Perbedaan agama, suku, ras, golongan, jenis kelamin, dan lain-lain tidak menghalangi sesama umat manusia untuk hidup damai tanpa diskriminasi.
Dalam pandangan Islam, anak-anak harus dilindungi dan dikembangkan potensi kehidupannya agar mereka tidak menjadi “durriyatan dhi’afa” (Q.S. An-Nisa: 9), yakni generasi yang lemah. Lemah secara fisik, mental, intektual, sosial, dan kemanusiaannya selaku makhluk Tuhan yang berhak untuk hidup baik di manapun mereka berada.
Dalam konteks penciptaan perdamaian, anak-anak bukan hanya harus memperoleh perlakuan damai dari siapapun, tetapi mereka juga harus diedukasi sejak dini agar menjadi pelaku hidup damai dan menyebarkan nilai-nilai perdamaian dengan sesama dan lingkungannya. Biasakan mereka sejak kecil untuk belajar bersahabat, kasih sayang, toleransi, dan melakukan tindakan-tindakan kebaikan dengan sesama dan lingkungannya. Berikan ruang bagi anak-anak untuk menjadi duta perdamaian di manapun mereka hidup.